Perempuan dan ‘Kubus’ kehidupan

 





Perempuan itu, tinggalnya dalam ‘kubus’.

 

Sejak kecil, ibu estafetkan pada anak perempuannya sebuah ‘kubus’ untuk berlindung sebelum mulai melangkahi kehidupan. ‘Supaya gak diapa-apain orang dan hidup tentram’, begitu katanya.

 

Sejak kecil, ‘kubus’ itu kami bawa. Kami pakai saat dikerumuni banyak orang dengan tatapan bermacam-macam. Kami cuma bisa bernapas dalam ‘kubus’ kecil kami, merasa aman sampai akhirnya ‘kubus’ dan perempuan sama sekali tak terpisahkan.

 

Waktu berjalan. Kaki kami semakin jenjang, rambut kami semakin panjang, wajah kami semakin meminang banyak orang. Lagi-lagi, ‘kubus’ yang dulu kami dapat itu masih kami pasang… entah sampai kapan.

 

Aku kini dewasa. Mencoba duduk sejenak dari keramaian di depan. Semua orang bebas melangkah tanpa beban, kecuali kami; perempuan. Aku lihat seluruh perempuan dengan berat hati bawa ‘kubus’ kehidupan yang bermacam-macam.

 

Logika ku tak lagi selegowo anak usia dini yang mau saja terima alasan bahwa ‘kubus’ kami ini menjaga….

 

Aku merasa, ‘kubus’ ini mengekang.

 

Kita hidup dimana setiap orang sibuk mengkotak-kotakan perempuan. Bahwa perempuan harus begini, harus begitu. Disaat sebenarnya dunia tidaklah sesempit ‘kubus’ kehidupan.

 

Aku tatap sekelilingku, kubus ini berbentuk kotak, yang tiap sisinya jadi pembatas.

 

“Perempuan harus jaga diri”

 

“Perempuan harus resik, bisa masak dan nyuci.”

 

“Perempuan harus legowo, berhati lapang.”

 

“Perempuan jangan lebih tinggi dari laki-laki.”

 

Kenapa perempuan tidak boleh bebas? Kenapa kami cuma boleh diam dan berjalan di area yang orang perintahkan?

 

Sampai aku baru sadar, ‘kubus’ku bolong sedikit dan jadi sebab hujan dan angin masuk dalam kubus yang katanya menjaga ini. Tetap saja, masih ada celah, bukan?

 

Kalau begitu…. Kubus Kehidupan ini, bolehkah dilepas saja?

 

Jangan genggam tangan kami kalau cuma mau beri kami ‘kubus’ berkedok perlindungan, jika pada akhirnya  kami hanya dibawa pada pintu tanpa pilihan.

 

Percayalah… bebasnya perempuan, bukanlah ingin menyaingi laki-laki. Kami cuma mau membentuk value kami sebagai perempuan serba bisa tanpa mengurangi kadar kewanitaan dalam diri sendiri.


Karya Tulis : Laila Fitriyati


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mood Swing: Ketika Emosi Berayun-Ayun

Menjauhi Toxic People? Kenapa Tidak?

Children Talks Podcast “Kesehatan Mental”